Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kebahagian Idul Fitri Dan Jawaban Pilu Dikaki Bukit


Catatan : Herman Qncai "Kisah Nyata Akhir Ramadhan"

للهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ
واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَِللهِ الحَمْدُ

Gema takbir berkumandan, senja akhir Ramadhan mulai menghilang, bertanda Idul Fitri telah tiba. Kaum muslimin tentu berbahagia menyambutnya. Aku masih berpijak dikaki bukit, sebelumnya tiada pernah terencana untuk hadir sebagai tamu ditengah keluarga yang sangat teramat tidak sederhana. Ini bukan cemoohan saudara.

Terpencil, itu lebih layak diungkapkan tentang kehidupan yang ada diujung barat kampung halaman. Terdapat sebuah gubuk tua berdinding atap nan berkarat. Baru tahu tadi siang, bahwa ada kisah nyata diantara semak belukar, karena aku tiada pernah mendengar kabar.

Selama tiga tahun berlalu, satu keluarga bertahan dalam kehidupan terkesan tak berdaya. Namun kesabaran dan ketabahan telah menguatkan jiwa mereka menikmati hari meskipun tiada yang peduli. Keterasingan seolah membuat kenyaman dan kebetahan, karena berisyarat tiada jalan lain maupun pilihan, sebagai tandingan dan kegairahan dalam meraih keberuntungan.

Aku menatap iba, tentang sengsara melanda. Karena siapapun tak ingin bergelut dalam derita tiada tara, hanya saja takdir telah terlanjur terukir. Bak lukisan gersang diantara padang pasir dan tanah tandus dikemarau panjang.

Tiada keistimewaan jika ingin dijuluki pujian, tiada kemewahan walau hanya diukur permata oplosan, tiada kenikmatan meski sekedar aroma hidangan emperan menjelang Idul Fitri esok hari. Tiada dan tiada kata lebih bahagia atau lebih berharga selain keikhlasan mereka menetap digubuk rapuh bak sekedar untuk berteduh.

Ini bukan untuk dijadikan gunjingan atau kelakar, maupun tawa permainan, serta sekedar polesan perhatian para otak sitamak yang serakah. Tetapi ini adalah catatan tentang umat manusia yang tertunda senyum dan canda bersama keluarga mereka.

Disana, sepintas aku sedikit ketakutan ketika tertuju melihat ada lubang dileher seorang pria yang merupakan kepala keluarga. Merasa ingin tahu dan lantas bertanya, apa gerangan terjadi dengan nanah yang masih terlihat akan tumpah dilubang leher menganga, bagai penyakit yang luar biasa.

Hanya jawaban perih terlontar, bahwa penyakit telah lama ditubuhnya dan tak ada kecukupan untuk berobat. Setiap malam hanya menahan rintihan rasa pedih dengan nanah yang selalu keluar dari rongga lubang dilehernya. Bahkan lubang kedua mulai terasa akan terjadi dilehernya. Apa daya keadaan begini adanya, cukup untuk makan saja, serasa berada di surga.

Dimana kita, adakah kita, siapakah kita, salahkah kita, apakah kita terlupa, benarkah kita sedang asyik dengan dunia kita. Mungkinkah mereka tak berarti bagi kita atau kita yang tak berarti bagi mereka, pedulikah kita dengan mereka. Jawabannya hanya tersembunyi dibenak kita.

Tulisan ini bermaksud sebagai inspirasi positif, tanpa sedikitpun tujuan hal yang buruk terhadap siapapun. Semoga kita dapat berbenah diri dan bermanfaat bagi semua orang.