Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Opini: Kesenjangan Kualitas Hidup Masyarakat

Oleh : Ita Miranti, S.ST, M.Si

Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi Jambi

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat. IPM disusun berdasarkan tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Dimensi umur panjang dan hidup sehat diwakili oleh indikator umur harapan hidup saat lahir. Dimensi pengetahuan diwakili oleh indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi standar hidup layak diwakili oleh pengeluaran per kapita yang disesuaikan. IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara. Indeks ini dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu tingkat rendah jika IPM kurang dari 60; tingkat sedang (60 ≤ IPM < 70); tingkat tinggi (70 ≤ IPM < 80), dan tingkat sangat tinggi jika IPM di atas 80. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Pembangunan Manusia tahun 2020 sebesar 71,94 atau tumbuh 0,03 persen dibandingkan capaian tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan IPM tahun 2020 dipengaruhi pandemi Covid-19, khususnya pada indeks pengeluaran.  Mirisnya meskipun meningkat, masih adanya kesenjangan antar wilayah di Indonesia.

IPM Indonesia meningkat dari 66,53 pada tahun 2010 menjadi 71,92 pada tahun 2019. IPM tahun 2020 tercatat sebesar 71,94 atau tumbuh 0,03 persen, melambat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya. Dari sisi pendidikan, pada tahun 2020 anak-anak berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,98 tahun atau hampir setara dengan lamanya waktu untuk menamatkan pendidikan hingga setingkat Diploma I. Dari sisi kesehatan, bayi yang lahir pada tahun 2020 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,47 tahun, lebih lama 0,13 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan IPM tahun 2020 sangat dipengaruhi pandemi Covid-19, khususnya pada indeks pengeluaran yaitu turunnya rata-rata pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Indikator ini turun dari 11,30 juta rupiah pada tahun 2019 menjadi 11,01 juta rupiah pada tahun 2020.

Dengan capaian tersebut, rata-rata pertumbuhan IPM tahun 2010–2020 menjadi sebesar 0,87 persen per tahun dan meningkat dari level “sedang” menjadi “tinggi” sejak tahun 2016 . Dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia berarti menunjukkan adanya peningkatan atau perbaikan dari angka harapan hidup, kualitas pendidikan serta daya beli  masyarakat. Meskipun jika kita lihat meningkat, namun capaian indeks pembangunan manusia 2020 ini belum mencapai target APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2020 yang dipatok 72,51.
Badan Pusat Statistik mencatat Provinsi DKI Jakarta memiliki angka IPM yang paling tinggi yaitu sebesar 80,77 , sekaligus menjadikan DKI Jakarta sebagai satu-satunya provinsi dengan status capaian pembangunan manusia yang “sangat tinggi” (IPM ≥ 80). Jumlah provinsi dengan status capaian pembangunan manusia yang “tinggi” (70 ≤ IPM < 80) pada tahun 2020 ada sebanyak 22 provinsi dan dengan status “sedang” (capaian 60 ≤ IPM < 70) ada sebanyak 11 provinsi.  Sementara itu, Provinsi Papua merupakan provinsi yang memiliki IPM paling rendah yaitu sebesar 60,44.  Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antar Provinsi.
Bagaimana dengan angka IPM Provinsi Jambi? Pada tahun 2020, IPM Provinsi Jambi telah mencapai 71,29. Angka ini meningkat sebesar 0,03 poin dibandingkan dengan IPM pada tahun 2019 yang sebesar 71,26. IPM Provinsi Jambi berada pada level “tinggi’. Hal ini merupakan kali ketiga IPM Provinsi Jambi nilainya di atas 70 poin. Bayi yang lahir pada tahun 2020 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,16 tahun, lebih lama 0,10 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir tahun 2019. Anak-anak yang pada tahun 2020 berusia 7 tahun memiliki harapan untuk dapat bersekolah selama 12,98 tahun (Diploma I), meningkat 0,05 tahun dibandingkan dengan yang berumur sama pada tahun 2019. Pengeluaran per kapita disesuaikan (harga konstan 2012) masyarakat sebesar 10,39 juta rupiah pada tahun 2020, berkurang 200 ribu rupiah dibandingkan dengan tahun 2019.

Pada tahun 2020, pencapaian pembangunan manusia di tingkat kabupaten/kota se Provinsi Jambi cukup bervariasi. IPM pada level kabupaten/kota berkisar antara 64,43 (Tanjung Jabung Timur) hingga 78,37 (Kota Jambi). Kemajuan pembangunan manusia terlihat dari perubahan status pembangunan manusia di tingkat kabupaten/kota. Sejak tahun 2015 tidak ada lagi kabupaten/kota yang berstatus “rendah”. 

Sebelumnya masih terdapat 1 kabupaten dengan status “rendah” yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan telah beralih menjadi status “sedang” bersama 8 kabupaten lainnya. Sementara pembangunan manusia dengan status “tinggi” telah dicapai oleh Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh sejak tahun 2011. Pada tahun 2017 bertambah Kabupaten Kerinci yang mengalami perubahan status dari level “sedang” menjadi “tinggi”.

Meskipun Indeks Pembangunan Manusia dari tahun ke tahun meningkat, namun pemerintah masih punya sejumlah pekerjaan rumah untuk menyelesaikan kesenjangan antar daerah karena masih adanya kejomplangan pendidikan dan kesehatan yang besar. Pada tahun 2020 angka IPM tertinggi untuk level kabupaten/kota terdapat di Kota Yogyakarta yaitu sebesar 86,65. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki angka IPM terendah berada di Kabupaten Nduga (di Provinsi Papua) yang masih berkisar di angka 31,55 padahal IPM Kota Jayapura saja sudah mencapai 79,94.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menegaskan ada tiga kebijakan pembangunan yang dipilih menjadi strategi terpadu percepatan pembangunan daerah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu: Strategi pertama, percepatan pembangunan daerah diletakkan dalam dua pendekatan koridor. Koridor pertama yaitu pertumbuhan yang menekankan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan basis keunggulan wilayah yang dapat meningkatkan nilai tambah, devisa, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Koridor lainnya pemerataan yang mendorong pengembangan wilayah penyangga (hinterland) di sekitar pusat pertumbuhan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat sesuai prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), yakni tidak meninggalkan satu pun kelompok masyarakat.

Strategi kedua, pengembangan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan afirmatif untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal, kecamatan lokasi prioritas perbatasan, dan pulau-pulau kecil terluar dan terdepan. Pola afirmatif diarahkan untuk perluasan akses pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, penyediaan sarana dan prasarana perumahan, air bersih dan sanitasi, listrik, peningkatan konektivitas dan pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi sebagai basis ekonomi digital. Juga perluasan kerja sama dan kemitraan dalam investasi, promosi, pemasaran, dan perdagangan. Strategi ketiga, pembangunan desa terpadu sebagai pilar penting dari percepatan pembangunan 62 daerah tertinggal dalam periode lima tahun ke depan. Strategi tersebut dirancang agar mencapai target 25 daerah keluar dari klasifikasi daerah tertinggal pada 2024.

Bagaimana tingkat kompetensi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia lain?. Berdasarkan data Human Development index (HDI) memperlihatkan bahwa Indonesia pada tahun 2020 menduduki peringkat 107. Pada peringkat ini, nilai HDI yang dicatatkan adalah 0,718 yang nilainya sama dengan Filipina. Meskipun oleh UNDP (United Nations Development Programme) Indonesia sudah dikelompokkan menjadi negara dengan HDI tinggi, tetap saja kondisi ini patut menjadi perhatian, karena Indonesia masih tertinggal dengan beberapa negara sahabat. Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Singapura yang memiliki HDI sebesar 0,938 (peringkat 11). Juga, tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang sudah mencapai HDI sebesar 0,810 (peringkat 62) dan juga Brunei Darussalam yang memiliki HDI sebesar 0,838 (peringkat 47).

Apa saja yang menyebabkan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara kawasan ASEAN lain?  Salah satunya adalah angka harapan untuk menikmati pendidikan masih setara Diploma  I belum sampai perguruan tinggi. Bayangkan saja beberapa negara ASEAN yang mayoritas penduduknya sudah mengenyam pendidikan rata-rata sampai pendidikan tinggi, sementara Indonesia angka harapan lama sekolahnya di tahun 2020 hanya sebesar 12,98 tahun atau setara Diploma I. Jadi sebenarnya jika saat ini kita melihat sudah banyak rekan kita yang sudah mengenyam tingkat pendidikan hingga S1 atau S2, tetapi menurut data yang tadi disebutkan ternyata indonesia masih tertinggal dengan negara-negara kawasan ASEAN lain sehingga hal ini masih menjadi tugas pemerintah untuk mengatasi ketimpangan atau kesenjangan antar wilayah serta kesenjangan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia.