Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Opini Musri Nauli: Depati dan Rio

  


Musri Nauli 

Didalam berbagai dokument dan sering disebut didalam tutur ditengah masyarakat, dibawah Marga dikenal dusun. 

Dalam literatur  Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan sebagian dari Muara Tebo dan Muara Tembesi. F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 1938, disebutkan “di daerah hulu Sungai Batanghari, masyarakat mengenal dusun sebagai pemerintahan terendah (village government). Dusun terdiri dari beberapa kampung, Mengepalai Kepala Dusun adalah Depati. Dibawah Depati adalah Mangku. Dusun-dusun kemudian menjadi Margo. Pembagian kekuasaan dalam negeri atau dusun di daerah hulu adalah bathin dengan gelar Rio, Rio Depati atau Depati, di daerah hilir penguasanya adalah Penghulu atau Mangku dibantu oleh seorang Menti (penyiar, tukang memberi pengumuman)

Didalam bukunya Elsbeth Locher Sholten sebagaimana dikutip dari “memorie van Overgave, V.E. disebutkan Dusun adalah kumpulan dari kampung atau kelebu. Dipimpin seorang Depati atau Rio atau Penghulu. 

Untuk daerah hulu biasa dikenal dengan Depati atau Rio. Di tingkat Dusun, orang semendo dikenal dengan istilah Depati. Sedangkan putra asli adalah Bathin.

Sedangkan didalam Luak XVI, Depati membawahi Rio atau Mangku. Misalnya Depati Suko Merajo yang membawahi “Rio Penganggung jagobayo di Tanjung Mudo, Depati Gento Rajo yang membawahi “Rio Pembarap” dan “Rio Gento Pedataran”. Depati Kuraco membawahi Rio Kemuyang.

Dengan demikian, maka didalam dokumen Tideman didalam buku klasiknya “Djambi” menyebutkan Rio dan Depati di wilayah dusun. Sedangkan Elizabeth “Rio” di tingkat Marga, sedangkan Depati di tingkat dusun didukung oleh dokumen Tijdschrift voor Nederlandsch IndiĆ«.

Namun berbeda di berbagai Marga didalam dusun. Depati membawahi Dusun dengan dibantu “Rio” di Kampung.

Didalam catatan lain ditemukan, “Rio” adalah Kepala Pemerintahan Margo. “Rio” merupakan Putra Asli. Pernyataan ini didukung oleh Elizabeth justru menyebutkan “Rio pemimpin di tingkat Marga. Depati di tingkat Dusun”. Bandingkan dengan Keterangan F. J. Tideman yang menganggap “Rio” adalah Kepala Pemerintahan setingkat Dusun.

Menurut tradisi lisan di dahulu kala ada seorang Pangeran Temenggung Kebaruh, yang dikatakan masih keturunan Majapahit, mengunjungi Kerinci dari Muara Mesumi yang meyakinkan para raja untuk mengakui kedaulatan Jambi. Para raja diberi hadiah berbentuk kain dan dianugerahi dengan gelar dipati (juga disebut depati) yang berasal dari gelar Jawa adipati. Dipati berarti lebih daripadasekalian. Lembaga depati diperkenalkan oleh raja Jambi lebih dari enam ratus tahun yang lalu sebagai alat untuk memerintah.

Ali Hamzah menyebutkan, Di Kerinci penerapan adat daerah Kerinci berpokok kepada dusun, luhah, kelebu, perut, pintu, dan tumbi. Unsur ini merupakan bentuk asli dari susunan masyarakat Kerinci, dari sini muncul corak kepemimpinan menurut ketentuan adat seperti Depati, Manti atau Nenek Mamak dan gelar lain yang terdapat di daerah Kerinci. 

Heri Kuswanto menyebutkan, Didalam Struktur Sosial Orang Rimba ditandai dengan istilah Urang Rimbo, debalang batin, dan menti. Urang Rimbo berarti Orang Rimba, istilah lain untuk suku Kubu yang berdomisili di Provinsi Jambi dan beberapa daerah di Sumatera bagian tengah. Debalang batin merupakan pengawal tumenggung atau kepala suku, sedangkan menti yaitu hakim adat bagi Orang Rimba. 

Didalam Perda Provinsi Jambi No. 2 Tahun 2014 Tentang Lembaga Adat Melayu Jambi dikenal Istilah Sko Nan Tigo Takah adalah bentuk struktur lapisan sosial yang terdapat pada masyarakat adat Kerinci. Sistem sko tiga takah itu adalah Depati atau setingkat Depati, Permenti atau Ninik Mamak, dan Tengganai atau anak jantan. Istilah Sko Tiga Takah serupa dengan makna “tiga tungku sejarangan”. 

Berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2014 disebutkan Rio/Penghulu/Depati/Pembarap dan/atau sebutan lainnya adalah sebutan pemangku adat dalam wilayah adat Melayu Jambi di Provinsi Jambi. 

Debalang adalah salah satu unsur dari pemerintahan adat yang berfungsi membantu peran pemangku adat dan/atau Rio/Penghulu/Depati/Pembarap dibidang keamanan. 

Kepala Kampung dan Mangku adalah salah satu unsur dari pemerintahan adat yang berfungsi membantu peran pemangku adat dan/atau Rio/Penghulu/Depati/Pembarap. 

Di kabupaten Bungo kemudian dikembalikan dengan Sistem Pemerintahan Dusun dengan dikepalai “Rio”. Dusun terdiri dari beberapa kampung.


Sistem pemerintahan dusun ini kemudian digantikan dengan sistem pemerintahan Desa berdasarkan UU No. 5 tahun 1979. Kampung kemudian menjadi dusun.

Namun dalam struktur social seperti Kepala Dusun, Menti, Tuo tengganai, Ninik Mamak, Kalbu masih hidup dan terbukti mampu merawat identitas dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk menyelesaikan persoalan sehari-hari.

Advokat. Tinggal di Jambi